Dilansir Detik.com, Selasa (26/10/2021), anak muda yang dimaksud masuk rentang usia 13-17 tahun. Pelecehan yang dimaksud dialami saat mengikuti game multiplayer online battle area atau MOBA, serta game shooter multiplayer.
Promosi Kisah Perempuan Hebat Agen BRILink Dorong Literasi Keuangan di Medan
Baca Juga: Polisi Usut Video Mesum Pemain Game Online
Organisasi anti kebencian dunia, Anti Defamation League (ADL) adalah pihak yang mengungkap hasil penelitian itu. Sementara bentuk pelecehan yang dimaksud adalah beragam.
Sebagian gamer mengaku mengalami pelecehan melalui voice dan text chat di luar pertandingan game. Sementara yang lain mengaku mengalami pelecehan saat bermain game, yakni melalui voice chat.
Baca Juga: Ngeri! Duel Maut Gegara Game Online di Sumsel, 1 Tewas
Masing-masing fitur yang menjadi pintu pelecehan tersebut mendapat presentase 21% dan 37%. Sementara 21% lainnya datang dari fitur komentar dalam permainan.
Secara keseluruhan, gamer muda menerangkan lingkungan game yang paling tak bersahabat adalah Volarant, Call of Duty, DOTA 2, PUBG, FOrtnite dan League of Legends. Data tersebut tentu baik dijadikan dasar untuk lebih berhati-hati dalam memilih lingkungan game.
Baca Juga: 2 Bocah Madiun Curi Uang Panti Asuhan Rp102 Juta untuk Main Game Online dan Beli Motor
Sebagai informasi, ADL mengungkap hasil riset itu karena maraknya kasus pelecehan berkelanjutan yang dihadapi gamer online muda di Amerika Serikat. Kasus itu disebut berkepanjangan hingga tiga tahun berturut-turut.
Berikut data ADL untuk kasus pelecehan gamer online muda, sebagaimana dilansir Detik.com:
Valorant - 89%
Call of Duty - 85%
DOTA 2 - 84%
Fortnite - 81%
Counter Strike Global Offensive - 80%
PlayerUnknow's Battlegrounds - 80%
Roblox - 79%
Grand Theft Auto (GTA) - 78%
Apex Legends - 77%
Among Us - 76%
Overwatch - 75%
World of Warcraft - 75%
Madden NFL - 68%
Minecraft - 67%
Clash Royale - 66%
League of Legends - 63%
Rocket League - 62%